Nilai Akademis bukan tolak ukur seseorang itu Pintar

Dalam banyak budaya pendidikan, nilai akademis sering dianggap sebagai tolok ukur utama kecerdasan. Anak yang pintar adalah yang mendapat nilai tinggi, juara kelas, atau lolos ujian dengan sempurna. Padahal, kecerdasan manusia jauh lebih luas: ada kecerdasan emosional, kreativitas, kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis, bahkan empati—semuanya penting, tapi sering tak tercatat dalam rapor.

Akibat dari pemujaan terhadap nilai akademis adalah generasi yang cemas gagal, takut salah, dan mengukur harga dirinya dari angka. Mereka bisa kehilangan kepercayaan diri hanya karena tidak cocok dengan sistem ujian yang kaku. Sementara itu, banyak anak yang sesungguhnya cerdas dalam cara berbeda justru tersisih—bukan karena bodoh, tapi karena tak sesuai dengan definisi sempit kecerdasan versi sekolah.

Filosofinya menyoroti bahwa pendidikan semestinya merayakan keberagaman potensi, bukan menyeragamkan cara berpikir. Kita tidak sedang mencetak produk, tapi membimbing manusia. Maka, tugas kita bukan mengagungkan nilai, tetapi menumbuhkan nilai—yakni nilai hidup, nilai rasa ingin tahu, dan nilai kemanusiaan dalam setiap diri anak.

(Tonci N Babys)

Comments

Popular posts from this blog

Pemuda 27 Tahun dengan kekayaan Rp58 triliun di rekrut META group

Mengapa industri nikel di Indonesia masih didominasi asing?